Rabu, 15 April 2015

DAUR ULANG SAMPAH

Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama tiga dekade terakhir. Sifat plastik yang ringan, transparan, mudah diwarnai, tahan terhadap korosi dan mudah dibentuk merupakan alasan utama penggunaannya yang populer. Namun plastik juga memiliki kelemahan terutama setelah menjadi sampah.
Plastik adalah bahan yang sangat sulit terurai. Dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa mengurainya, sehingga diperlukan cara-cara untuk mengurangi jumlah sampah plastik yang juga semakin meningkat seiring dengan kenaikan angka konsumtivitasnya. Metode yang biasa digunakan untuk mengurangi sampah plastik adalah reuse dan recycle. Reuse berarti penggunaan kembali, dan recycle adalah pengolahan sampah plastik sehingga bisa digunakan kembali.
Aksi Karnaval Bumi memperingati Hari Bumi tahun 2012 oleh aktivis Wahana Lingkungan Hidup di Bandung, Jawa Barat. (foto: antarafoto.com)
Salah satu metode recycle yang bisa digunakan untuk mengurangi jumlah sampah plastik adalah pirolisis. Dengan menggunakan konsep pirolisis, sampah plastik dipanaskan pada suhu sekitar 500 derajat Celcius sehingga berubah fase menjadi gas, kemudian akan terjadi proses perengkahan (cracking). Selanjutnya gas tersebut dikondensasikan sehingga menjadi fase cair. Hasil kondensasi inilah yang bisa digunakan sebagai bahan bakar cair yang setara dengan bensin dan solar.
Contoh plastik jenis PP, PE dan PS (foto: www.blest.co.jp)
Beberapa hari yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke sebuah pabrik pembuat alat pirolisis plastik menjadi bahan bakar cair, Blest Company, yang berlokasi di perfektur Kanagawa, Jepang. Alat ini didesain untuk mengubah sampah plastik jenis PP (polipropilene), PE (polietilene) dan PS (polistirene) menjadi bahan bakar cair yang dapat diaplikasikan sebagai bahan bakar boiler, insinerator, mesin diesel dan generator. Kategori sampah yang termasuk PP antara lain tong sampah, bungkus snack, kotak DVD, dll. Sampah plastik yang termasuk kategori PE, misalkan kantong plastik biasa, tutup botol plastik, dll. Sedangkan PS meliputi sampah seperti sterofom, dll.
Reaktor pirolisis skala kecil (foto: putri noviasri)
Reaktor pirolisis skala medium (foto: syamsiro)
Proses pirolisis dilakukan pada suhu 400 – 450 derajat Celcius tanpa menggunakan katalis. Hasil pirolisis dari campuran PE dan PP akan menghasilkan bahan bakar cair yang setara dengan bensin, kerosene, solar dan heavy oil, dimana persentase keempatnya tergantung dari persentase campuran PE dan PP yang diinputkan ke dalam reaktor. Sedangkan cairan hasil pirolisis PS hanya mengandung styrenemonomer, styrene dimer dan styrene trimer, yang jika dimurnikan akan menjadi bahan baku dari plastik. Selain itu hasil pirolisis PS juga dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar cair lain dengan persentase kurang dari 20%.
Hasil penyulingan bahan bakar cair yang diperoleh dari pirolisis PP dan PE di BLEST Company (dari kiri ke kanan): bensin (gasoline), kerosene, solar (diesel oil) dan heavy oil. (foto: putri noviasri)
Dengan metode pirolisis ini, sampah plastik kini dipandang bukan lagi sebagai sampah saja namun sebagai sumber energi yang dapat berguna bagi kemaslahatan masyarakat. Berbagai teknologi untuk mengolahnya sudah tersedia, tinggal bagaimana kemauan dari pemerintah dan masyarakat untuk menerapkannya di Indonesia sehingga ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dimana kita sudah mulai mengimpor untuk memperolehnya, dapat dikurangi secara bertahap.
Bersama Direktur & Staf BLEST Company (foto: syamsiro)
Sumber klikdisini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar